Critical Thinking
Apakah berpikir kritis itu?
Berpikir kiritis berbeda dengan berpikir biasa atau berpikir rutin. Berpikir kritis merupakan proses berpikir intelektual di mana pemikir dengan sengaja menilai kualitas pemikirannya, pemikir menggunakan pemikiran yang reflektif, independen, jernih dan rasional.
Berpikir kritis mencakup ketrampilan menafsirkan dan menilai pengamatan, informasi, dan argumentasi. Berpikir kritis meliputi pemikiran dan penggunaan alasan yang logis, mencakup ketrampilan membandingkan, mengklasifikasi, melakukan pengurutan (sekuensi), menghubungkan sebab dan akibat, mendeskripsikan pola, membuat analogi, menyusun rangkaian, memberi alasan secara deduktif dan induktif, peramalan, perencanaan, perumusan hipotesis, dan penyampaian kritik. Berpikir kritis mencakup penentuan tentang makna dan kepentingan dari apa yang dilihat atau dinyatakan, penilaian argumen, pertimbangan apakah kesimpulan ditarik berdasarkan bukti-bukti pendukung yang memadai.
Berpikir kritis tidak sama dengan berdebat atau mengkritisi orang lain. Kata “kritis” terhadap suatu argumen tidak identik dengan “ketidaksetujuan” terhadap suatu argumen atau pandangan orang lain. Penilaian kritis bisa saja dilakukan terhadap suatu argumen yang bagus, sebab pemikiran kritis bersifat netral, imparsial dan tidak emosional.
Berpikir kritis merupakan ketrampilan berpikir universal yang berguna untuk semua profesi dan jenis pekerjaan. Demikian juga berpikir kritis berguna dalam melakukan kegiatan membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, berdiskusi, dan sebagainya, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Analisis yang kritis dapat meningkatkan pemahaman tentang suatu masalah. Pemikiran yang analitis, diskriminatif, dan rasional, membantu memilih alternatif solusi yang berguna dan menyingkirkan solusi yang tak berguna.
Pemikiran yang reflektif dan independen dapat menghindari keterikatan kepada keyakinan yang salah, sehingga memperkecil risiko untuk pengambilan keputusan salah yang didasarkan pada keyakinan yang salah tersebut.
Berpikir kritis juga berguna untuk mengekspresikan ide-ide. Pemikiran kritis memiliki peran penting dalam menilai manfaat ide-ide baru, memilih ide-ide yang terbaik, dan memodifi-kasinya jika perlu, sehingga bermanfaat di dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan kreativitas.
Ada 3 syarat diperlukan untuk memiliki kemampuan berpikir kritis:
1. Sikap untuk menggunakan pemikiran yang dalam di dalam melihat suatu permasalahan, dengan menggunakan pengalaman dan bukti yang ada
2. Pengetahuan tentang metode untuk bertanya dan mengemukakan alasan dengan logis
3. Ketrampilan untuk menerapkan metode tersebut
Karakteristik pemikiran kritis
Berpikir kritis memerlukan upaya terus-menerus untuk menganalisis dan mengkaji keyakinan, pengetahuan yang dimiliki, dan kesimpulan yang dibuat, dengan menggunakan bukti-bukti yang mendukung.
Berpikir kritis membutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi prasangka, bias (keberpi-hakan), propaganda (misalnya, propaganda perusahaan obat), kebohongan, distorsi (penyesatan), misinformasi (informasi yang salah), egosentrisme, dan sebagainya.
Berpikir kritis mencakup kemampuan untuk mengenali masalah dengan lebih tajam, menemukan cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut, mengumpulkan infor-masi yang relevan, mengenali asumsi dan nilai-nilai yang ada di balik keyakinan, pengetahuan, maupun kesimpulan.
Berpikir kritis mencakup kemampuan untuk memahami dan menggunakan bahasa dengan akurat, jelas, dan diskriminatif (yakni, melihat dan membuat perbedaan yang jelas tentang setiap makna), kemampuan untuk menafsirkan data, menilai bukti-bukti dan argumentasi, mengenali ada-tidaknya hubungan yang logis antara dugaaan satu dengan dugaan lainnya.
Demikian juga berpikir kritis meliputi kemampuan untuk menarik kesimpulan dan generalisasi yang bisa dipertanggungjawabkan, menguji kesimpulan dan generalisasi yang dibuat, merekonstruksi pola keyakinan yang dimiliki berdasarkan pengalaman yang lebih luas, dan melakukan pertimbangan yang akurat tentang hal-hal spesifik dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik pemikir kritis
Berpikir kritis dapat terjadi ketika seorang membuat keputusan atau memecahkan suatu masalah. Ketika seorang mempertimbangkan apakah akan mempercayai atau tidak, melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, atau mempertimbangkan untuk bertindak dengan alasan dan kajian yang kuat, maka ia sedang menggunakan cara berpikir kritis.
Seorang yang berpikir kritis akan mengkaji ulang apakah keyakinan dan pengetahuan yang dimiliki atau dikemukakan orang lain logis atau tidak. Demikian juga seorang yang berpikir kritis tidak akan menelan begitu saja kesimpulan-kesimpulan atau hipotesis yang dikemukakan dirinya sendiri atau orang lain.
Seorang pemikir kritis memiliki sejumlah karakteristik sebagai berikut:
1. Mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan masalah penting, merumuskannya dengan jelas dan teliti
2. Memunculkan ide-ide baru yang berguna dan relevan untuk melakukan tugas. Pemikiran kritis memiliki peran penting untuk menilai manfaat ide-ide baru, memilih ide-ide yang terbaik, atau memodifikasi ide-ide jika perlu
3. Mengumpulkan dan menilai informasi-informasi yang relevan, dengan menggunakan gagasan abstrak untuk menafsirkannya dengan efektif
4. Menarik kesimpulan dan solusi dengan alasan yang kuat, bukti yang kuat, dan mengujinya dengan menggunakan kriteria dan standar yang relevan
5. Berpikir terbuka dengan menggunakan berbagai alternatif sistem pemikiran, sembari mengenali, menilai, dan mencari hubungan-hubungan antara semua asumsi, implikasi, akibat-akibat praktis
6. Mampu mengatasi kebingungan, mampu membedakan antara fakta, teori, opini, dan keyakinan
7. Mengkomunikasikan dengan efektif kepada orang lain dalam upaya menemukan solusi atas masalah-masalah kompleks, tanpa terpengaruh oleh pemikiran orang lain tentang topik yang bersangkutan
8. Jujur terhadap diri sendiri, menolak manipulasi, memegang kredibilitas dan integritas ilmiah, dan secara intelektual independen, imparsial, netral
Mengapa dokter perlu berpikir kritis?
Berpikir kritis tidak hanya persoalan berpikir secara analitis, tetapi juga berpikir secara berbeda (thinking differently). Berpikir kritis mencakup analisis secara kritis untuk memecahkan masalah. Analisis kritis berguna tidak hanya untuk mengiris/ menganalisis masalah, tetapi juga membantu menemukan cara untuk menemukan akar masalah. Memahami masalah dengan baik penting untuk dapat memecahkannya
Dengan menggunakan kerangka skeptisis-me ilmiah, berpikir kritis diperlukan di semua bidang profesi dan disiplin akademik, termasuk bidang profesi kedokteran. Sebagai contoh, dalam memilih terapi untuk pasien, seorang dokter perlu berpikir kritis apakah keputusan untuk memilih terapi sudah tepat, apakah didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang kuat yang membenarkan bahwa terapi itu memang efektif untuk memecahkan masalah yang dihadapi pasien.
Dalam skeptisisme ilmiah, proses berpikir kritis meliputi akuisisi dan interpretasi informasi, penggunaan informasi itu untuk menarik kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan. Konsep dan prinsip berpikir ilmiah bersifat universal. Berpikir kritis membentuk sebuah sistem pemikir-an yang saling terkait dan overlapping, misalnya pemikiran filosofis, pemikiran sosiologis, pemikiran antropologis, pemikiran historis, pemikiran politis, pemikiran psikologis, pemikiran matematis, pemikiran biologis, pemikiran ekologis, pemikiran medis, pemikiran legal, pemikiran etis, pemikiran estetis/ artistik, dan sebagainya. Berpikir kritis dapat diterapkan kepada kasus di bidang profesi apa saja. Hanya saja penerapannya perlu merefleksikan konteks bidang profesi dan disiplin yang bersangkutan.
Berpikir kritis penting, karena memungkinkan seorang untuk menganalisis, menilai, menjelaskan, dan merestrukturisasi pemikirannya, sehingga dapat memperkecil risiko untuk menga-dopsi keyakinan yang salah, maupun berpikir dan bertindak dengan menggunakan keyakinan yang salah tersebut. Berpikir kritis penting dilakukan dalam profesi kedokteran. Berpikir kritis mengurangi risiko pembuatan diagnosis yang keliru dan pemilihan terapi yang tidak tepat yang dapat merugikan atau berakibat fatal bagi pasien.
Berpikir kritis juga diperlukan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang membutuhkan kreativitas seperti menulis buku. Jika seorang tidak berpikir kritis, maka ia tidak bisa berpikir kreatif.
Mengembangkan sifat berpikir kritis
Sifat intelektual seorang perlu dikembangkan dan diasah agar menjadi pemikir yang kritis. Tidak ada resep yang instan untuk mengembangkan sifat-sifat intelektualitas dari seorang pemikir kritis. Sebab berpikir kritis dikembangkan berdasarkan konsep-konsep dan prinsip, ketimbang prosedur yang kaku, atau resep tertentu. Berpikir kritis menggunakan tidak hanya logika (baik logika formal maupun informal), tetapi juga kriteria intelektual yang lebih luas, meliputi kejelasan, kepercayaan (credibility), akurasi, presisi (ketelitian), relevansi, kedalaman, keluasan, dan signifikansi (kemaknaan).
Salah satu cara yang penting untuk mengembangkan sifat-sifat berpikir kritis adalah mempelajari seni untuk menunda penarikan kesimpulan definitif. Caranya adalah menerapkan orientasi persepsi ketimbang menarik kesimpulan final terlalu dini. Sebagai contoh, ketika membaca sebuah novel, menonton film, mengikuti diskusi atau dialog, hindari kecenderungan untuk menghakimi atau menarik kesimpulan tetap.
Untuk melatih berpikir kritis, seorang perlu menyadari dan menghindari adanya kecenderungan untuk melakukan kesalahan-kesalahan yang menyebabkan orang tidak berpikir kritis, antara lain sebagai berikut:
1. Dalam suatu argumen terlalu mengeneralisasi posisi atau keadaan. Sebagai contoh, dalam suatu argumen terdapat kecenderungan untuk mengira semua orang tahu, padahal tidak setiap orang tahu. Demikian juga mengira semua orang tidak tahu, padahal ada orang yang tahu. Pemikir kritis berhati-hati dalam menggunakan kata “semua”, atau “setiap”. Lebih aman menggunakan kata “sebagian besar”, atau “beberapa”.
2. Menyangka bahwa setiap orang memiliki bias (keberpihakan) di bawah sadar, lalu mempertanyakan pemikiran refleksif yang dilakukan orang lain. Pemikir kritis harus bersedia untuk menerima kebenaran argumen orang lain. Perdebatan tentang argumen bisa saja menarik, tetapi tidak selalu berarti bahwa argumen sendiri benar.
3. Mengadopsi pendapat yang ego-sensitif. Nilai-nilai, emosi, keinginan, dan pengalaman seorang mempengaruhi keyakinan dan kemampuan orang untuk memiliki pemikiran yang terbuka. Pemikir kritis harus menying-kirkan kesalahan ini dan mempertimbangkan untuk menerima informasi dari luar
4. Mengingat kembali keyakinan lama yang dipercaya dengan kuat tetapi sekarang dittolak
5. Kecenderungan untuk berpikir kelompok, suatu keadaan di mana keyakinan seorang dibentuk oleh pemikiran orang-orang disekitarnya ketimbang apa yang ia sendiri alami atau saksikan
Mengajarkan ketrampilan berpikir kritis
Ketrampilan berpikir kritis merupakan kemampuan untuk menimbang faktor-faktor yang penting dan tidak penting, konkrit dan abstrak yang mempengaruhi suatu situasi, agar dapat dibuat solusi yang terbaik dari suatu masalah.
Berdasarkan hasil riset psikologi kognitif, para pendidik yakin, institusi pendidikan perlu memusatkan perhatian untuk mengajarkan ketram-pilan berpikir kritis kepada para mahasiswa, dan memupuk sifat-sifat intelektual mereka.
Seperti halnya cara memahami subjek lainnya, mempelajari cara berpikir kritis meliputi dua fase: (1) internalisasi dan (2) penerapan. Fase internalisasi mencakup konstruksi ide-ide dasar, prinsip, dan teori-teori berpikir kritis di dalam pikiran pebelajar. Fase penerapan mencakup penggunaan ide-ide, prinsip, dan teori itu oleh pebelajar di dalam kehidupan sehari-hari.
Terdapat sejumlah teknik untuk melatih ketrampilan berpikir kritis, antara lain sebagai berikut.
- Analisis teks: Latihan ini memberikan kepada mahasiswa sebuah teks tentang suatu kejadian atau cerita. Mereka diminta untuk menjelaskan hubungan logis antara peristiwa-peristiwa di dalam cerita itu. Mereka juga diminta untuk memberikan saran judul teks tersebut, dan memberikan tambahan isi cerita. Kegiatan ini menuntut mahasiswa untuk berpikir logis dan memberikan alasan terhadap setiap kejadian yang berhubungan dengan cerita. Sebagai varian dari latihan ini, mahasiswa bisa diminta untuk memperluas cerita dengan menambahkan tokoh (karakter) atau peristiwa yang terkait dengan cerita semula.
- Diskusi Socrates: Latihan ini mencakup pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang dapat mencetuskan pemikiran kritis. Ini bisa dilakukan dengan menanyakan kepada mahasiswa tentang isu-isu kompleks atau masalah-masalah hipotetik (perumpamaan). Mahasiswa diminta untuk menganalisis konsep, membedakan antara fakta dan asumsi, dan mengusulkan solusi yang tepat.
- Berpikir dari kotak masalah (Think-out-of-the Box): Latihan ini memberikan teka-teki dan pertanyaan kepada mahasiswa untuk mendorong mereka berpikir kreatif yang dapat meningkatkan ketrampilan berpikir kritis. Sebagai contoh, mahasiswa bisa diminta untuk menggambar sejumlah titik, lalu mereka diminta untuk menghubungan titik-titik itu dengan seminimal mungkin jumlah garis-garis lurus. Permainan ini melatih kemampuan mahasiswa untuk mengidentifikasi koneksi-koneksi yang kuat dari suatu keadaan yang kompleks, dan membedakannya dengan koneksi-koneksi yang lebih lemah, sehingga dapat melatih kemampuan untuk menemukan solusi yang lebih baik. Permainan berpikir kritis ini bisa dilanjutkan dengan memperkenalkan titik-titik dengan pola yang berbeda.
Dimensi-dimensi berpikir kritis
Daftar 35 dimensi berpikir kritis sebagai berikut.
Domain afektif:
1. Berpikir independen
2. Mengembangkan pemahaman ke dalam (insight) tentang egosentrisitas dan sosiosentrisitas
3. Melatih berpikir yang fair (adil, tidak berpihak)
4. Mengeksplorasi pemikiran di balik perasaan, dan perasaan di balik pemikiran
5. Mengembangkan kebersahajaan intelektual (intellectual humility) dan menghindari kecenderungan menghakimi
6. Mengembangkan keberanian intelektual
7. Mengembangkan integritas intelektual
8. Mengembangkan keuletan intelektual
9. Mengembangkan kepercayaan diri dalam memberikan alasan
Doman kognitif – ketrampilan makro:
1. Menyempurnakan generalisasi, dan menghindari oversimplifikasi (menggampangkan)
2. Membandingkan situasi-situasi serupa (analogi): mentransfer pandangan-pandangan ke dalam konteks baru
3. Mengembangkan perspektif diri: menciptakan atau mengksplorasi keyakinan-keyakinan, argumen, atau teori
4. Mengklarifikasi isu-isu, kesimpulan, atau keyakinan
5. Mengklarifikasi dan menganalisis arti dari kata-kata atau kalimat
6. Mengembangkan kriteria penilaian (evaluasi): mengklarifikasi nilai-nilai dan standar
7. Menilai kredibilitas (kepercayaan) dari sumber-sumber informasi
8. Mempertanyakan dengan mendalam: mengemukakan pertanyaan mendasar dan penting
9. Menganalisis atau menilai arugmen, penafsiran, keyakinan, atau teori
10. Membuat atau menilai solusi
11. Menganalisis atau mengevaluasi tindakan atau kebijakan
12. Membaca dengan kritis: mengklarifikasi atau mengkritisi teks
13. Mendengarkan dengan kritis: seni melakukan “dialog sunyi”
14. Membuat hubungan interdisipliner
15. Mempraktikkan diskusi Socrates: mengklarifikasi dan mempertanyakan keyakinan, teori, atau perpsektif
16. Memberikan alasan secara dialogis: membandingkan perspektif, penafsiran, atau teori
17. Memberikan alasan dialektis: menilai perspektif, penafsiran, atau teori
Domain kognitif – ketrampilan mikro:
1. Membandingkan dan membuat kontras antara hal yang ideal dan praktik yang sesungguhnya
2. Berpikir persis tentang pemikiran: menggunakan kosakata kritis
3. Membuat catatan tentang persamaan dan perbedaan
4. Meneliti atau menilai asumsi-asumsi
5. Membedakan fakta yang relevan dengan fakta yang tidak relevan
6. Membuat kesimpulan (inferensi), ramalan (prediksi), atau penafsiran yang masuk akal
7. Menilai bukti dan fakta
8. Mengenali kontradiksi, kontroversi, paradoks
9. Mengeksplorasi implikasi dan konsekuensi
Membaca dengan kritis
Dapat diterapkan ketika seorang melakukan kegiatan membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, berdiskusi, dan sebagainya. Berikut sejumlah pertanyaan yang perlu dijawab agar seorang mampu membaca buku, artikel, atau teks lainnya dengan kritis.
1. Apakah topik buku atau teks yang sedang dibaca? Isu-isu apa yang dibahas?
2. Kesimpulan apa yang ditarik oleh penulis tentang isu tersebut?
3. Apa alasan yang dikemukakan penulis untuk mendukung pernyataan atau keyakinannya? Apakah penulis menggunakan fakta, teori, atau keyakinan? Ingat perbedaan ketiga konsep tersebut. Fakta dapat dibuktikan (adanya). Teori untuk dibuktikan benar-tidaknya, dan jangan dirancukan dengan fakta.Opini (pendapat) bisa dikemukakan berdasarkan atau tidak berdasarkan alasan yang kuat. Keyakinan (misalnya, keesaan Tuhan) tidak untuk dibuktikan
4. Sebutkan 6 buah kata penting yang dikemukakan penulis. Apakah penulis menggunakan kata-kata yang netral atau emosional? Pembaca yang kritis mencermati bahasa yang digunakan penulis, untuk menilai apakah argumen atau alasan dikemukakan dengan jelas, netral, dan tidak emosional
5. Berikan alasan mengapa menerima atau menolak argumen yang dikemukakan penulis
Seorang dokter perlu mengasah kemampuan membaca dengan kritis agar mampu menilai dengan kritis artikel hasil-hasil penelitian kedokteran yang disebut penilaian kritis (critical appraisal). Penilaian kritis diperlukan untuk mengimplementasikan salah satu langkah dalam praktik kedokteran berbasis bukti (evidence-based practice), yaitu memilah, mengkritisi, dan memilih artikel hasil-hasil penelitian yang memberikan nilai informasi yang tinggi.
fk.uns.ac.id/static/file/criticalthinking.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar