Erwinthon P Napitupulu
♦
Lahir: Jakarta, 19 Oktober 1966
♦
Istri: Vinondini Indriati (40)
♦
Anak: Domu Fidelis (8) dan Uma Pita (6)
♦
Karya arsitektur antara lain:
- Asrama mahasiswi ITB
- Rumah keluarga korban tsunami Aceh
- Gedung Sekolah Minggu HKBP Rawamangun
♦
Penghargaan: Penghargaan Khusus dari Ikatan Arsitek Indonesia untuk Pendokumentasian Karya Arsitektur Romo
Mangun, 2001
Berkat Erwinthon P Napitupulu (48), keberpihakan Romo Mangun
terhadap warga miskin dalam mendesain bangunan terdokumentasikan, terawat,
terpahami, dan tersebar sebagai warisan pesan keberpihakan kepada kepentingan
mereka. Karya arsitektur Romo Mangun menjadi salah satu representasi
keberpihakannya itu, selain lewat novel, artikel, ceramah, dan aksi protesnya
menggugat angkuhnya kekuasaan.
Dia juga mewarisi cara berpikir dan bersikap Romo Mangun
yang serba nggiwar (the lateral thinking), selalu mencari dan menemukan
alternatif. Erwinthon juga seorang arsitek. Dia dan istrinya, Vinondini
Indriati, menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Mereka tinggal di Kampung Bukatanah, Desa Langensari,
Kecamatan Lembang, sekitar 7,5 KM utara Kota Bandung. Rumah mereka mengambil
desain arsitektur Aceh, kenangan keterlibatannya dalam pemulihan setelah
tsunami tahun 2004.
Berkat obsesi dan ketekunannya mendokumentasi karya Romo
Mangun, Erwinthon ditugasi merancang pastoran dan aula Gereja Katolik
Cilincing, Jakarta, dan memberikan saran renovasi Gereja Katolik Jetis,
Yogyakarta. Gereja Cilincing karya Romo Mangun pernah dipugar, tetapi melenceng
dari karya aslinya.
Baginya, desa adalah pusat kegiatan, bukan hanya untuk
bernostalgia atau wisata saja. Erwinthon lalu membeli tanah sekitar 1 hektar di
Batuloceng, sekitar 10 KM utara tempat tinggalnya.
Sejak 2011, dia juga membangun koperasi, anggotanya 20
pemerah sapi. Tujuannya itu agar mereka nantinya menjadi pemilik yang merawat
dan memanfaatkan lahan dengan berbagai usaha pertanian.
Erwinthon kagum pada Romo Mangun yang humanis karena tak
hanya terbawa panggilan hidupnya sebagai pastor, tetapi memang keluar dari
lubuk hati dan direpresentasikan, yaitu dalam arsitektur
Menurut Erwinthon dalam merancang bangunan, Romo Mangun
memberi suasana menyatu dengan lingkungan dan menggunakan bahan setempat. Bahan
bangunannya tidak serba mahal dan tidak harus berpostur megah. Nilai universal yang
diterapkan dalam setiap karya adalah pulchrum splendor est veritatis (keindahan
adalah pancaran kebenaran).
Bagi Erwinthon, Romo Mangun menawarkan alternatif
arsitektur, mengingatkan orang pada tema besar manusia dan kemanusiaan.
Bertahun-tahun mengagumi Romo Mangun, belum pernah sekali
pun dia bertemu dengan idolanya.
Padahal, karya-karya arsitektur Erwinthon, selulus dari ITB pada 1973, sudah
dipengaruhi cara berpikir dan sikap nggiwar.
Keinginan untuk bertemu muka dengan Romo Mangun tak
kesampaian hingga Romo Mangun meninggal pada 10 Februari 1999. Erwinthon merasa
bersalah karena merasa punya utang. Semangat almarhum dalam berkarya di bidang
arsitektur telah menjadi acuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar