Sabtu, 01 November 2014

"Berjuang Menyingkap Kegelapan" Kompas, Jumat, 23 Oktober 2014



Luh Ketut Suryani

♦ Lahir : Singaraja, Bali, 22 Agustus 1944

♦ Suami : Prof Dr dr Tjokorda Alit Kamar Adnyana, SpFK

♦ Anak : 6 anak dan 16 cucu

♦ Pencapaian : Pernah memegang berbagai jabatan, menjadi anggota organisasi dokter dan ahli jiwa dalam dan  luar negeri. Ia mendapatkan lebih dari 10 penghargaan, termasuk  untuk membebaskan dan mengobati pasien gangguan jiwa yang dipasung.
Karya buku: Lebih dari 20 buku dan puluhan tulisan dalam antologi dan jurnal internasional tentang keterkaitan spiritualitas, kebudayaan, agama, kesehatan mental, pola asuh dan perubahan sosial. Ia memberi bimbingan meditasi dan relaksasi gratis untuk masyarakat.


Berdasarkan survei Suryani Institute for Mental Health (SIMH) tahun 2008 di Kabupaten Karangasem, Kabupaten Buleleng, dan Kecamatan Denpasar Timur, diperkirakan 7.000 orang di Bali mengalami gangguan jiwa berat, 300-an dipasung. Jumlah itu menjadi 9.000 pada tahun 2010, atau 2,3 per 1.000 penduduk. Dari 18.000 orang dengan gangguan jiwa berat yang dipasung di Indonesia, 350 orang berada di Bali.

Seluruh upaya Suryani berawal dari survei tentang bunuh diri di Bali. Menyatakan hasil survei tahun 2005, hanya 10 kasus bunuh diri, itu pun jarang memakai tali. Namun, setelah bom Bali tahun 2006, ada 180 kasus gantung diri.


Kasus bunuh diri terbanyak disebabkan gangguan jiwa berat. Penelitian Suryani dan tim memperlihatkan beban ekonomi menjadi penyebab utama. Survei itu dilanjutkan. Berdasarkan penelitian doktoralnya, Suryani memperkirakan jumlah orang dengan gangguan jiwa sekitar 50 orang. Ternyata di Karangasem ditemukan 855 orang dengan gangguan jiwa berat. Di Buleleng dan Denpasar ditemukan 120 orang dari 120.000 penduduk.

Upayanya mendapatkan perhatian pemerintah setelah hasil survei disampaikan tidak membuahkan hasil. Dengan bantuan dana Rp 1 miliar dari Gubernur Bali Mangku Pastika, tahun 2009 Suryani dan tim membantu 326 orang, dengan lama sakit yang berulang antara lima sampai 40 tahun. Hasilnya sangat mengejutkan ternyata 31 persen pasien sembuh tanpa obat, 3 persen tak ada perbaikan, dan 66 persen membaik tetapi masih perlu minum obat.


Namun, harapan gubernur akan pupus. Beliau harus memotong dana itu karena banyak komentar negatif dari masyarakat. Sebulan kemudian dana dipotong dan ternyata dipotong 90 persen. Suryani hanya bisa menangani yang sangat serius, tetapi 6 bulan kemudian sebagian besar kambuh kembali.

Ia melanjutkan pengobatan gratis dengan subsidi silang, ditambah sumbangan kolega di luar negeri. Saat ini yang butuh bantuan menjadi 684 orang.  Ternyata 37 persen sembuh tanpa obat, 62 persen membaik tetapi masih perlu obat, dan 1 persen tak ada perubahan. Antara tahun 2012 sampai Agustus 2013 tersisa 346 pasien. Hasil evaluasinya, 58 persen sembuh tanpa obat dan 32 persen sembuh dan membaik dengan obat.

 Suryani meyakini bahwa gangguan kejiwaan bisa dicegah kalau janin berada dalam rahim ibu yang sehat dan bahagia, ditambah pola asuh 10 tahun pertama. Oleh sebab itu, anak harus tumbuh dalam kasih sayang, punya rasa aman, dihargai, dan memperoleh cerita sebelum tidur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar