Rabu, 05 November 2014

"Mendokumentasikan Karya Romo Mangun" Kompas, 17Oktober 2014



Erwinthon P Napitupulu

♦ Lahir: Jakarta, 19 Oktober 1966
♦ Istri: Vinondini Indriati (40)
♦ Anak: Domu Fidelis (8) dan Uma Pita (6)
♦ Karya arsitektur antara lain:
- Asrama mahasiswi ITB
- Rumah keluarga korban tsunami Aceh
- Gedung Sekolah Minggu HKBP Rawamangun
♦ Penghargaan: Penghargaan Khusus dari Ikatan Arsitek Indonesia untuk  Pendokumentasian Karya Arsitektur Romo Mangun, 2001

Berkat Erwinthon P Napitupulu (48), keberpihakan Romo Mangun terhadap warga miskin dalam mendesain bangunan terdokumentasikan, terawat, terpahami, dan tersebar sebagai warisan pesan keberpihakan kepada kepentingan mereka. Karya arsitektur Romo Mangun menjadi salah satu representasi keberpihakannya itu, selain lewat novel, artikel, ceramah, dan aksi protesnya menggugat angkuhnya kekuasaan.

Dia juga mewarisi cara berpikir dan bersikap Romo Mangun yang serba nggiwar (the lateral thinking), selalu mencari dan menemukan alternatif. Erwinthon juga seorang arsitek. Dia dan istrinya, Vinondini Indriati, menimba ilmu di Institut Teknologi Bandung (ITB).

Mereka tinggal di Kampung Bukatanah, Desa Langensari, Kecamatan Lembang, sekitar 7,5 KM utara Kota Bandung. Rumah mereka mengambil desain arsitektur Aceh, kenangan keterlibatannya dalam pemulihan setelah tsunami tahun 2004.

Berkat obsesi dan ketekunannya mendokumentasi karya Romo Mangun, Erwinthon ditugasi merancang pastoran dan aula Gereja Katolik Cilincing, Jakarta, dan memberikan saran renovasi Gereja Katolik Jetis, Yogyakarta. Gereja Cilincing karya Romo Mangun pernah dipugar, tetapi melenceng dari karya aslinya.

Baginya, desa adalah pusat kegiatan, bukan hanya untuk bernostalgia atau wisata saja. Erwinthon lalu membeli tanah sekitar 1 hektar di Batuloceng, sekitar 10 KM utara tempat tinggalnya.

Sejak 2011, dia juga membangun koperasi, anggotanya 20 pemerah sapi. Tujuannya itu agar mereka nantinya menjadi pemilik yang merawat dan memanfaatkan lahan dengan berbagai usaha pertanian.

Erwinthon kagum pada Romo Mangun yang humanis karena tak hanya terbawa panggilan hidupnya sebagai pastor, tetapi memang keluar dari lubuk hati dan direpresentasikan, yaitu dalam arsitektur

Menurut Erwinthon dalam merancang bangunan, Romo Mangun memberi suasana menyatu dengan lingkungan dan menggunakan bahan setempat. Bahan bangunannya tidak serba mahal dan tidak harus berpostur megah. Nilai universal yang diterapkan dalam setiap karya adalah pulchrum splendor est veritatis (keindahan adalah pancaran kebenaran).

Bagi Erwinthon, Romo Mangun menawarkan alternatif arsitektur, mengingatkan orang pada tema besar manusia dan kemanusiaan.

Bertahun-tahun mengagumi Romo Mangun, belum pernah sekali pun dia bertemu  dengan idolanya. Padahal, karya-karya arsitektur Erwinthon, selulus dari ITB pada 1973, sudah dipengaruhi cara berpikir dan sikap nggiwar.

Keinginan untuk bertemu muka dengan Romo Mangun tak kesampaian hingga Romo Mangun meninggal pada 10 Februari 1999. Erwinthon merasa bersalah karena merasa punya utang. Semangat almarhum dalam berkarya di bidang arsitektur telah menjadi acuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar